BAB 4
DINAMIKA DAN MASALAH KEPENDUDUKAN
Konsep Kependudukan
Dengan meningkatnya
laju pertumbuhan penduduk dunia menyebabkan jumlah penduduk menigkat dengan
cepat dan dibeberapa bagian dunia telah terjadikemiskinan dan kekurangan
pangan. Sehingga muncul beberapa kelompok aliran/teori tentang kependudukan,
yaitu :
A.
Aliran Malthusian
(Thomas Robert Malthus)
Robert
Malthus ini mengemukakan beberapa pendapat tentang kependudukan, yaitu :
1)
Penduduk (seperti
juga tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan akan berkembang biak
dengan sangat cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan
bumi.
2)
Manusia untuk hidup
memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan makanan jauh lebih lambat
(deret hitung) dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk (deret ukur)
B. Aliran Neo
Malthusian (Garreth Hardin Dan Paul Ehrlich)
Pada
abad 19–20, Teori Malthus kembali diperdebatkan, muncul kelompok aliran Neo
Malthusian yang menyokong teori Malthus. Namun, menurut aliran Neo Malthus,
mengurangi jumlah penduduk tidak hanya dengan moral restrain saja, tapi lebih
ditekankan pada Preventive check. Misalnya penggunaan alat kontrasepsi untuk
mengurangi kelahiran. Aliran Neomalthusian memiliki kesamaan konsep dasar
dengan Malthusian yaitu percaya bahwa pertumbuhan penduduk pasti akan terjadi
dan berdampak negatif pada manusia walaupun tidak secara persis
setuju dengan argumen argumen aliran Malhusian, beberapa argumen Malthus
dianggap tidak rasional oleh karena itu aliran ini lebih ekstrim dalam melakukan
tindakan tindakan untuk mengurangi jumlah penduduk, misalnya: aborsi, legalitas
homoseksual, hukuman mati.
Sumber Data Kependudukan
A. Sensus Penduduk
Data sensus yang
dikumpulkan meliputi karakteristik demografi, ketenagakerjaan, dan sosial
budaya. Karakteristik demografi yang dikumpulkan adalah mengenai kelahiran,
kematian, dan migrasi, serta riwayat kelahiran dan kematian anak dari wanita
pernah kawin. Data yang dihimpun pada bidang ketenagakerjaan mencakup lapangan
usaha, jenis pekerjaan, dan status pekerjaan. Sedangkan data sosial budaya
mencakup tingkat pendidikan, kondisi tempat tinggal, dan kegiatan penduduk
lanjut usia (lansia).
Data-data yang
diperoleh dari sensus tersebut digunakan untuk perencanaan pembangunan di
berbagai bidang. Hal tersebut sangat berperan penting untuk mengetahui tingkat
keberhasilan pembangunan, baik di bidang kependudukan, sosial budaya, dan
ketenagakerjaan.
Berdasarkan tempat
tinggal penduduk, sensus dibedakan menjadi:
1. De facto,
Sensus de facto yaitu cara menghitung
jumlah penduduk terhadap warga yang ditemukan pada saat pencacahan berlangsung,
walaupun orang tersebut bukan warga asli pada wilayah yang sedang diadakan
sensus.
2. De jure,
Sensus de jure dilakukan dengan cara
melakukan penghitungan terhadap warga penduduk asli dari daerah yang sedang
dilakukan sensus. Jadi, andaikataditemukan orang yang bukan asli penduduk di
sana pada saat sensus, maka tidak dimasukkan dalam penghitungan. Untuk
membedakan antara penduduk asli dan bukan asli ialah dari kepemilikan Kartu
Tanda Penduduk (KTP) atau Kartu Keluarga (KK).
Berdasarkan metode pengisiannya, sensus
dibedakan menjadi:
1. Metode
Canvasser,
yaitu pelaksanaan
sensus di mana petugas mendatangi tempat tinggal penduduk dan mengisi daftar
pertanyaan. Keunggulan metode ini, data yang diperoleh lebih terjamin
kelengkapannya dan penduduk sulit untuk memalsukan data. Sedangkan
kekurangannya adalah waktu yang diperlukan lebih lama karena jumlah petugas
yang terbatas dan wilayah yang luas.
2. Metode
Householder,
yaitu pelaksanaan sensus
di mana pengisian daftar pertanyaan dilakukan oleh penduduk sendiri. Kelebihan
cara ini adalah waktu yang diperlukan lebih cepat karena petugas tidak harus
mendata satu per satu penduduk. Daftar pertanyaandapat dikirimkan atau
dititipkan pada aparat desa. Sedangkan kekurangannya adalah data yang diperoleh
kurang terjamin kebenarannya karena ada kemungkinan penduduk tidak mengisi data
sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Keunggulan dan kelemahan sensus de jure
Keunggulan
pelaksanaan sensus de jure,
diantaranya sebagai berikut:
1. Jumlah
penduduk yang tercatat adalah penduduk yang betulbetul memiliki bukti
kependudukan secara sah dalam sistem pemerintahan.
2. Pelaksanaan
sensus tidak harus bersamaan waktunya dan serempak karena hanya penduduk yang
memiliki bukti kependudukan yang disensus.
3. Kemungkinan
terjadinya pencatatan dua kali atau lebih pada penduduk yang sama
dapat dihindari.
Adapun kelemahan
pelaksanaan sensus de jure,
diantaranya sebagai berikut:
1. Penduduk
yang tidak memiliki bukti tanda kependudukan (KTP) tidak akan tercatat sebagai
penduduk meskipun orang tersebut lahir dan tinggal di tempat tersebut.
2. Jumlah
penduduk yang tercatat tidak sesuai dengan jumlah penduduk yang sebenarnya.
3. Data hasil
sensus apabila digunakan untuk kepentingan perencanaan yang berkaitan dengan
layanan publik tidak akurat.
Keunggulan dan kelemahan sensus de facto
Keunggulan
pelaksanaan sensus de facto,
diantaranya sebagai berikut:
1. Jumlah
penduduk yang tercatat adalah jumlah riil di suatu tempat.
2. Dilakukan
secara serempak di setiap daerah sehingga data cepat terkumpul dan lebih cepat
diolah.
3. Data yang
diperoleh dapat digunakan untuk kepentingan perencanaan yang berkaitan dengan
layanan publik.
Adapun kelemahan
pelaksanaan sensus de facto,
diantaranya sebagai berikut:
1. Kemungkinan
pencatatan dua kali atau lebih pada penduduk yang sama dapat terjadi.
2. Untuk
negara kepulauan yang luas diperlukan petugas dan dana yang cukup besar karena
harus dilakukan secara serempak.
3. Bagi daerah
yang mobilitas penduduknya sangat dinamis, seperti di laut, pesawat, kereta,
atau kendaraan lainnya kemungkinan tidak tercatat.
Tujuan sensus penduduk
Tujuan sensus
penduduk antara lain sebagai berikut:
1. Mengetahui
perubahan penduduk dari waktu ke waktu dalam suatu periode.
2. Mengetahui
jumlah, sebaran, dan kepadatan penduduk pada setiap wilayah.
3. Mengetahui
berbagai informasi tentang kependudukan, seperti angka kelahiran, kematian,
migrasi, dan berbagai faktor yang me mengaruhinya.
4. Sebagai sumber data dalam
perencanaan dan penentuan kebijakan pembangunan nasional.
B. Survey Penduduk
Survei adalah salah
satu metode menjaring data penduduk dalam beberapa peristiwa demografi atau
ekonomi dengan tidak menghitung seluruh responden yang ada di suatu negara,
melainkan dengan cara penarikan sampel (contoh daerah) sebagai kawasan yang
bisa mewakili karakteristik negara tersebut. Sudah barang tentu sebelum
menetapkan kawasan sampel itu, ditentukan dulu kriteria apa saja yang bisa
dijadikan syarat suatu wilayah bisa ditetapkan sebagai kawasan sampel survei.
Setelah ditetapkan sebagai kawasan yang bisa mewakili karakteristik negara
tersebut, baru dilakukan penghitungan terhadap seluruh responden yang ada di
kawasan sampel survei itu. Proses penjaringan data tentu akan disesuaikan
dengan kebutuhan survei.
Berikut
ini contoh survei yang biasa dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) di
Indonesia:
1. Survei Sosial
dan Ekonomi Nasional (SUSENAS), dilakukan untuk menjaring data mengenai keadaan
sosial dan ekonomi penduduk Indonesia secara keseluruhan, dengan cara mengambil
sampel penelitian pada wilayah-wilayah yang bisa mewakili karakteristik rakyat
Indonesia. Hasil yang diperolehnya nanti akan mewakili rakyat Indonesia secara
keseluruhan.
2. Survei
Penduduk Antar-Sensus (SUPAS), dilakukan untuk mendapatkan angka jumlah
penduduk Indonesia secara keseluruhan dan biasanya dijadikan bahan rujukan dari
representasi jumlah penduduk Indonesia dalam setiap kurun waktu tertentu.
Berdasarkan tipenya,
survei demografi dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis, yaitu sebagai
berikut:
1. Survei
bertahap tunggal (single round
surveys)
Survei ini adalah
survei untuk menjaring data berbagai peristiwa demografi seperti kelahiran,
kematian, dan migrasi dengan cara mengajukan pertanyaan kepada responden mengenai
berbagai kejadian demografi yang dialami di masa lalu dalam periode tertentu.
2. Survei
bertahap ganda (multiround
surveys)
Survei ini dilakukan
oleh petugas pencacah jiwa di lapangan dengan melakukan kunjungan kepada
responden tertentu berulang-ulang untuk mencatat berbagai peristiwa demografi
yang terjadi, seperti kelahiran, kematian, atau migrasi. Tentunya kunjungan itu
dilakukan dalam kurun waktu tertentu, apakah per tahun, per dua tahun, per tiga
tahun, dan seterusnya.
3. Survei
bertipe kombinasi
Survei ini dilakukan
dengan cara menggabungkan cara survei tahap tunggal atau ganda dengan cara
registrasi. Seperti yang diketahui, registrasi adalah proses pencatatan
peristiwa demografi yang diambil dari beberapa peristiwa penting yang terjadi.
Hasil dari registrasi ini kemudian digabungkan dan sekaligus dilakukan kros cek
dengan hasil kedua jenis tipe survei di atas, yaitu survei tunggal dan ganda.
C. Registrasi Penduduk
Registrasi penduduk
merupakan kumpulan berbagai keterangan dari kejadian penting yang dialami oleh
manusia, seperti data perkawinan, perceraian, perpindahan penduduk, dan
kejadian-kejadian penting lainnya yang tertulis. Semua catatan itu pada
akhirnya dikumpulkan dan dipergunakan sebagai sumber data resmi dalam
penghitungan semua peristiwa demografi. Registrasi penduduk didasarkan pada
keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1977, ditujukan untuk membangun sistem
pencatatan yang berlaku menyeluruh dan seragam di wilayah Indonesia. Walaupun
mungkin saja terjadi bias pada data demografi yang terkumpul itu, karena bisa
saja terjadi kesalahan penulisan data oleh responden tertentu.
Cakupan
data yang diperoleh pada registrasi penduduk sangat bergantung pada kesadaran
masyarakat untuk melaporkan kejadian vital yang terjadi dalam keluarga. Di
negara-negara maju, pengumpulan data melalui registrasi umumnya tidak menemui
masalah danhambatan. Sebaliknya di negara-negara berkembang seperti Indonesia,
umumnya data yang dicakup masih kurang lengkap karena banyak peristiwa yang
tidak dilaporkan dan data kurang rinci sehingga kurang memadai untuk berbagai
analisis kependudukan.
Komposisi Penduduk
A. Piramida Penduduk
Struktur penduduk
berdasarkan umur dan jenis kelamin dinamakan piramida penduduk. Piramida
penduduk pada umumnya disajikan dalam bentuk grafik batang yang meng gambarkan
jumlah penduduk laki-laki dan perempuan pada setiap kelompok usia tertentu.
Rentang interval umur yang umumnya digunakan adalah lima tahun (usia 0-4, 5-9,
10-14, 15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35-39, 40-44, 45-49, 50-54, 55-59, 60-64,
65-69, 70-74, 75 tahun lebih).
Berdasarkan
kecenderungan bentuknya, komposisi penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin
diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
1. Komposisi
penduduk muda (Ekspansif),
dengan
bentuk piramida penduduk menyerupai kerucut. Ciri-ciri komposisi penduduk
ekspansif antara lain sebagai berikut:
a) Jumlah
penduduk usia muda (0–19 tahun) sangat besar, sedangkan usia tua sedikit.
b) Angka
kelahiran jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan angka kematian.
c) Pertumbuhan
penduduk relatif tinggi.
d) Sebagian
besar terdapat di negara-negara berkembang, seperti Indonesia, Malaysia,
Thailand, Republik Rakyat Cina, Mesir, dan India.
2. Komposisi
penduduk dewasa (Stasioner),
dengan
bentuk piramida penduduk menyerupai batu nisan. Ciri-ciri komposisi penduduk
stasioner antara lain sebagai berikut:
a) Perbandingan
jumlah penduduk pada kelompok usia muda dan dewasa relatif seimbang.
b) Tingkat
kelahiran umumnya tidak begitu tinggi, demikian pula dengan angka kematian
relatif lebih rendah.
c) Pertumbuhan
penduduk kecil.
d) Terdapat
di beberapa negara maju antara lain Amerika Serikat, Belanda, dan Inggris.
3. Komposisi
penduduk tua (Konstruktif),
dengan
bentuk piramida penduduk menyerupai guci terbalik. Ciri-ciri komposisi penduduk
konstruktif antara lain sebagai berikut:
a) Jumlah
penduduk usia muda (0–19 tahun) dan usia tua (di atas usia 64 tahun) sangat
kecil.
b) Jumlah
penduduk yang tinggi terkonsentrasi pada ke lompok usia dewasa.
c) Angka
kelahiran sangat rendah, demikian juga angka kematian.
d) Pertumbuhan
penduduk sangat rendah mendekati nol, bahkan pertumbuhan penduduk sebagian
mencapai tingkat negatif.
e) Jumlah
penduduk cenderung berkurang dari tahun ke tahun.
f) Negara
yang berada pada fase ini, antara lain Swedia, Jerman, dan Belgia.
B. Rasio Jenis Kelamin (sex ratio)
Sex ratio menunjukkan
perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan. Adanya
perbandingan jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk wanita
dapat digunakan untuk memperkirakan atau memprediksi keadaan jumlah
penduduk di masa datang. Kemungkinan terjadinya ledakan penduduk akan lebih
besar, kalau jumlah penduduk wanita lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk
laki-laki.
Untuk mengetahui
sex ratio suatu wilayah digunakan rumus sebagai berikut:
C. Angka Beban Ketergantungan (dependency ratio)
Menurut Pof. H.R.
Bintarto rasio ketergantungan (dependency ratio) atau angka beban
ketergantungan adalah suatu angka yang menunjukkan besar beban tanggungan
kelompok usia produktif atas penduduk usia nonpoduktif. Usia produktif adalah usia
penduduk antara 15 tahun sampai 59 tahun. Disebut produktif karena pada usia
ini diperkirakan orang ada pada rentang usia masih bisa bekerja, baik di sektor
swasta maupun sebagai Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan usia tidak produktif
adalah usia penduduk yang ada di rentang 60 tahun keatas. Pertimbangannya,
bahwa pada usia ini penduduk dipandang sudah tidak produktif lagi bekerja atau
tidak diperkenankan lagi bekerja, baik di sektor swasta ataupun sebagai pegawai
negeri.
Angka
ketergantungan dapat memberikan informasi kepada kita berapa besar setiap orang
yang sudah bekerja menanggung beban orang yang belum atau tidak bekerja. Dengan
melihat angka atau indeks dari beban tanggungan ini, kita bisa melihat seberapa
besar kemakmuran yang dimiliki oleh suatu negara atau wilayah. Rumus yang
digunakan dalam melakukan perhitungan angka beban tanggungan adalah sebagai
berikut:
atau
Tinggi
rendahnya angka ketergantungan dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu:
a) Rendah : < 30
b)
Sedang : 31 - 40
c) Tinggi : > 41